Kejurnas Bridge Indonesia

Blog ini akan berisi berbagai informasi tentang pelaksanaan Kejurnas Bridge dari tahun ke tahun sejak tahun 2008.

Kamis, 26 Juni 2008

BRIDGE MASUK SEKOLAH

BRIDGE MASUK SEKOLAH

Program Bridge Masuk Sekolah (BMS) merupakan suatu program ideal bagi pemassalan olahraga bridge di tanah air, dan pada umumnya sesuatu kondisi yang ideal cenderung berhenti pada tahap wacana ataupun perencanaan mengingat berbagai keterbatasan dalam mewujudkannya.

Demikian pula halnya program bridge masuk sekolah yang telah menjadi wacana masyarakat bridge Indonesia sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir ini dan bahkan telah dicanangkan oleh PB GABSI masa bakti tahun 1998 – 2002 untuk mulai di laksanakan sejak tahun 1999 setelah memperoleh rekomendasi dari Departemen Pendidikan Nasional. Akan tetapi mengingat berbagai keterbatasan di saat itu, sehingga program BMS baru dapat di laksanakan pada tahun 2003 sekaligus sebagai hadiah ulang tahun emas GABSI.

KONSEP BRIDGE MASUK SEKOLAH

Konsep program BMS yang ditawarkan oleh PB GABSI kepada kalangan dunia pendidikan adalah perpaduan antara kebutuhan massalisasi olahraga bridge dengan kebutuhan kalangan pendidikan untuk merealisasikan kurikulum berbasis kompetensi menuju peningkatan kecakapan hidup (life skills) serta kebutuhan para siswa terhadap suatu kegiatan yang merupakan integrasi antara hobby, olahraga, pergaulan dan peningkatan tingkat kecerdasan.

Konsep BMS yang telah di presentasikan dan di sosialisasikan oleh PB GABSI pada berbagai kesempatan khususnya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dan kepala – kepala sekolah Dasar dan Menengah (SD/SLTP/SMU) telah mendapat sambutan yang sangat antusias serta dukungan sepenuhnya dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas dan kini kita telah mulai menuai hasilnya.

SUBSTANSI DAN POLA PIKIR OLAH RAGA BRIDGE

Substansi olahraga bridge merupakan gabungan disiplin ilmu sains, sosial dan psikologi secara integral dalam bentuk ilmu terapan sehingga sangat bermanfaat bagi terbentuknya suatu pola pikir yang terstruktur, sistematis, strategis, pragmatis, sehingga dengan pola pikir bridge tersebut diatas setiap siswa yang menghayati substansi olahraga bridge secara mendalam akan lebih mudah beradaptasi dan sukses dalam berbagai lingkungan sosial yang pluralis dan multikultularis dengan berbagai problematika kehidupan. Oleh sebab itu substansi ataupun pola pikir bridge dapat meningkatkan kompetensi dan kecakapan hidup (life skills) para siswa sehingga merupakan salah satu alternatif dari kurikulum pendidikan berbasis kompetensi.

KOMPETISI BRIDGE ANTAR SISWA NASIONAL (LIGA SISWA NASIONAL)

Dalam meningkatkan motivasi belajar dan berlatih para siswa terhadap olahraga bridge, maka PB GABSI akan menggelar kompetisi bridge pasangan antar siswa yang akan dilaksanakan mulai tahun 2004 secara serentak setiap bulan dan sepanjang tahun diseluruh propinsi/kota/sekolah yang telah mengikuti program BMS. Dengan kompetisi bridge antar siswa (Liga Siswa Nasional) akan tersusun peringkat prestasi siswa secara nasional sehingga diharapkan akan muncul bibit – bibit atlit bridge junior potensial yang akan memperkuat jajaran pemain bridge nasional.

TUJUAN PROGRAM BRIDGE MASUK SEKOLAH

Program BMS merupakan upaya massalisasi olahraga bridge yang terstruktur, terlembaga, ideal dan terukur serta memiliki kemudahan dalam pengawasan dan evaluasi. Melalui program BMS ini, diharapkan dapat mencapai tujuan program sebagai berikut :

1. Mempercepat peningkatan populasi pemain dan masyarakat pendukung olahraga bridge di Indonesia.

2. Mempercepat terjadinya pemerataan prestasi di seluruh daerah di Indonesia dengan meningkatkan jumlah kompetisi/turnamen.

3. Meningkatkan jumlah bibit atlit bridge potensial sehingga mempercepat proses regenerasi atlit nasional.

4. Merubah pandangan masyarakat yang mengidentikkan olahraga bridge sebagai permainan yang berbau judi.

5. Turut mencerdaskan anak bangsa melalui peningkatan serta integrasi antara kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) serta kecerdasan lainnya serta tertanamnya suatu pola pikir yang terstruktur, sistematis, strategis, dan pragmatis

6. Turut menunjang kurikulum pendidikan berbasis kompetensi yang mengarah kepada kecakapan hidup (life skills).

7. Memberikan aktivitas/kegiatan siswa yang merupakan integrasi antara hobby, olahraga, dan pergaulan.

8. Sebagai salah satu sarana dan prasarana untuk menurunkan frekuensi tawuran, pemakaian narkoba, dan tindak kriminal.

9. Memudahkan pengawasan dan monitoring kegiatan siswa oleh guru maupun orangtua.

10. Memberi kesempatan kepada para siswa untuk berperan serta secara aktif untuk mengharumkan harkat dan martabat bangsa melalui cabang olahraga bridge.

Selasa, 24 Juni 2008

Bridge, Olahraga Manajemen Waktu

Bagi kawan-kawan yang belum mengenal olahraga bridge, tulisan ini mungkin bisa membantu

Bridge, Olahraga Manajemen Waktu
Men's Health Thu, 10 May 2007 15:15:00 WIB

Tak selamanya olahraga harus mengandalkan otot dan tenaga besar. Kejelian berpikir dan strategi jitu memang diperlukan di sebuah olahraga. Salah satu olahraga yang mengandalkan kemampuan berpikir adalah bridge. Cabang olahraga ini memang tak setenar bulu tangkis atau sepakbola di tanah air. NamUn, ternyata Tim Bridge Indonesia cukup disegani di kancah internasional.

Bridge adalah olahraga yang menggunakan kartu remi dan mengandalkan kemampuan otak untuk berpikir maupun keuntungan. Olahraga ini juga dikenal dengan nama Contract Bridge. Banyak anggapan bahwa bridge adalah sebuah olahraga sekaligus permainan. Anggapan itu tidak salah. Sama halnya dengan catur yang dianggap sebagai permainan ketimbang olahraga.

Bridge minimal dilakukan oleh empat orang yang berpasangan dan duduk berhadapan. Olahraga ini diikat oleh sebuah peraturan yang sangat ketat. Masing-masing tim harus memiliki sistem yang harus disepakati dan diketahui lawannya. Sebenarnya, peraturannya cukup ringkas dan tak jauh berbeda dengan permainan kartu lainnya. Tapi, tingkat intelegensi seseorang benar-benar diuji dalam olahraga ini. Seseorang harus peka terhadap pola pikir pasangannya. la harus mengerti dan mampu membaca strategi yang dibentuk pasangannya.

Semuanya dirangkum dalam waktu yang cukup singkat, hanya delapan menit. Lelang itu berakhir dengan sebuah kontrak kecuali bila kartu di tangan dilewati. Sebuah kontrak adalah pernyataan dari salah satu partner bahwa pihak mereka akan mengambil sejumlah
(atau lebih) trik. Lelang ini menentukan pihak yang menyatakan, the strain of trump dan lokasi pemimpin untuk kartu di tangan. Sesingkat mungkin, pemain harus mampu membaca kartu dan mendistribusikan kartu, sampai memainkan semua distribusi sampai selesai.

Dibandingkan dengan catur, bridge cenderung mengandalkan akal sehat dan manajemen berpikir. Turnamen bridge biasanya diatur untuk memaksimalkan penggunaan skill satu tim dan meminimalkan akibat keberuntungan. Banyak anggapan bahwa bridge merupakan implementasi beberapa disiplin ilmu. Diantaranya matematika, manejemen, sosial dan psikologi.

Matematika memang relatif dominan di olahraga ini. Pasalnya, matematika diperlukan guna menghitung persentase atau peluang dalam distribusi lembar kartu. Sedangkan psikologis diperlukan guna membaca pikiran pasangan. Sedangkan unsur manajemen diperlukan untuk melatih dalam mengatur langkah atau strategi yang akan dilakukan.

Bridge merupakan olahraga sekaligus permainan yang sangat menarik. Seseorang harus mampu berpikir dan memutuskan tindakannya dengan cepat. la juga harus akurat dan tepat dalam mengatur dan mengubah strategi dalam waktu yang relatif singkat. Alhasil, seorang pemain bridge yang handal diharapkan mampu mengelola sebuah permainan, baik secara individu maupun tim.

Perkembangan Bridge di Indonesia

Kendati prestasi Tim Bridge Indonesia di kancah internasional patut diacungi jempol, namun gaung olahraga ini seakan tenggelam. Kepopuleran olahraga ini jauh tertinggal ketimbang bulu tangkis, sepakbola dan cabang olahraga tenar lainnya. Disegani di luar
kandang, tapi diabaikan di negeri sendiri. Mungkin anggapan ini paling tepat untuk menggambarkan perkembangan bridge di tanah air. Hal ini disebabkan karena lemahnya sosialisasi dalam memanfaatkan bridge. Belum lagi subtansi dalam menginterprestasikan
bridge kerap melenceng. Banyak anggapan yang timbul di masyarakat, bahwa olahraga ini identik dengan permainan judi karena pengunaan sarana kartu tersebut.

Bukan hanya itu, dari kalangan pecinta olahraga pun sering timbul anggapan bahwa bridge tak lebih dari sekedar permainan, bukan olahraga. Bahkan, para siswa yang sedianya menjadi target bibit pemain bridge handal kadang menganggap olahraga ini terkesan kuno dan hanya pantas dimainkan bagi kaum orangtua. Anggapan subyektif lainnya datang dari kalangan pendidik yang menyatakan olahraga ini sama sekali tidak mendidik. Semua itu terakumulasi dan merupakan beban besar bagi bridge untuk menanjak dan bersosialisasi di tanah air.

Untuk itu, sosialisasi bridge dilakukan melalui program Bridge Masuk Sekolah (BMS). Bagai gelindingan bola saiju, olah raga bridge mampu menyebar di Indonesia. Dalam waktu singkat. Olah raga ini sangat digandrungi oleh siswa dan para pelajar, bahkan sampai ke tingkat pesantren. Akhirnya, mereka pun mengerti bahwa bridge jauh dari konotasi negatif dan bukanlah judi seperti anggapan sebelumnya.

Mereka paham bridge adalah olahraga yang mampu meningkatkan kecerdasan Intelligence Quotient (IQ) dan Spiritual Quotien (SO). Selain itu, Bridge adalah cabang olahraga yang merupakan integrasi dari ilmu sains, sosial, psikologi dan ilmu terapan yang mampu
meningkatkan kompetensi siswa dalam life skill. Olahraga ini mampu mengasah kemampuan siswa dan bersinergi dengan kurikulum yang berbasis kompetisi. Hasilnya, selama beberapa tahun belakangan, program BMS ini mampu menarik minat pelajar mulai SD (Sekolah dasar) hingga SMU (Sekolah Menengah Umum) termasuk sekolah pesantren dan madrasah. Antusiasme
mereka terlihat saat mengikuti berbagai kompetisi bridge.

Sebenarnya, olahraga ini telah dikenal di tanah air sejak puluhan tahun silam. Bahkan, sejak tahun 1969 bridge sudah masuk ke dalam Pekan Olahraga Nasional (PON). Akhirnya, Cabang olahraga Bridge diakui oleh Olympic Committee sebagai salah satu cabang olahraga sejak tahun 1999. Kini, bridge telah mempunyai induk olahraga bertaraf internasional, yaitu World Bridge Federation (WBF) yang telah memiliki anggota 103 negara, termasuk Indonesia.

Dalam perjalanannya, Indonesia mampu menunjukkan taringnya di kancah dunia. Selama 20 tahun terakhir, Tim Bridge Indonesia berhasil menjuarai Pasific Asia Bridge Federation Championship (PABFC) sebanyak 14 kali. Bukan hanya itu, Tim Bridge Indonesia juga pernah meraih posisi runner-up di World Bridge Federation (WBF) 1996 di Yunani 1996, Juara Dunia IOC Grand Prix 2000 di Swiss,Runner-up Rosenblum Cup di Kanada 2002 dan runner-up Kejuaraan Dunia Senior Bowl di Portugal 2005. Prestasi ini membuat Indonesia cukup disegani dan diperhitungkan dalam kancah bridge tingkat dunia.

Gabungan Bridge Seluruh Indonesia
Pintu I Plaza Barat Gelora Senayan
JAKARTA
Telp: (021) 5741289 Fax (021) 5741288
E-mail: bert_toar@hotmail.com

Minggu, 22 Juni 2008

New Laws

New Laws

In Shanghai October 2007

the WBF adopted new laws.

In most European countries

these new laws will be implemented

in August/September

this year. it is important

to pay some attention

to the changes. Since we use screens many applications

of irregularities are waived, the respective

laws having no meaning. This article deals with some

changes that are important for the players in this

event.

The dummy has to put his cards on the table in

columns lengthwise and in descending order towards

declarer. No alternative is allowed.

Players should put their played cards in a won or

lost position in an orderly row. When a player puts

such card in the wrong position his partner is allowed

to notify him until the lead is made to the next

trick. When this is done too late it creates unauthorized

information which might result in an adjusted

score.

Defenders may (again) ask each other about a possible

revoke in the current trick.

Only unintended calls may be changed up till the

next call from partner. A call made as a result of a slip

of the mind may not be changed anymore.

All players are entitled to try to prevent an irregularity

made by one of the other players. Up till now

only the dummy had that right and only towards his

own partner/declarer.

A pair that has agreed with a claim made by one of

its opponents and later discovers that it likely would

have won an extra trick will be awarded that trick

(within the given protest time).

A defender should not make a claim when the success

of it depends on his partner's cooperation in

playing a specific card from alternative (normal)

choices.

If play continues after a claim (which is not allowed

in the laws), evidence appearing in that continuation

may be used by the TD to decide the result on the

board.

When adjusting a score the TD strives for equitable

results, which often will be accomplished by assigning

a weighted score, taking into account the probabilities

of several reasonable outcomes. This is already

common procedure in championships but is now described

in detail in the laws.

Ton Kooijman