Kejurnas Bridge Indonesia

Blog ini akan berisi berbagai informasi tentang pelaksanaan Kejurnas Bridge dari tahun ke tahun sejak tahun 2008.

Minggu, 07 September 2008

Perjalanan Melelahkan Menuju Lodz

Perjalanan Melelahkan Menuju Lodz

Oleh : Bert Toar Polii

Setelah dilepas Ketum Gabsi, Wimpy S Tjetjep dan Ketua Bidang Teknik & Pembinaan Prestasi, Rustam Effendy di Sekretariat PB GABSI, rombongan langsung berangkat menunju airport cengkareng.

Di cengkareng kemudian bergabung Bambang Sarengat dan Firdaus dari DIKTI yang akan mewakili Bapomi. Pada pukul 16.30 semua rombongan yang akan mengikuti 4th World University Championship di Lodz, Polandia telah siap berangkat.

Rombongon lengkap adalah :

Bambang Sarengat dan Firdaus sebagai official

Donald Gustaaf Tuerah (Donny) sebagai Coach

Bert Toar Polii (Berce) sebagai Non Playing Captain.

Para pemain adalah :

Rury Andhani dari Unes Semarang

Fransisca Ariyani dari Unika Soegijapranata Semarang

Mario Fernando Charlie Mambu dari Universitas Samratulangi

Arie Ardiansyah Maramis dari Universitas Samratulangi

Renal Kandijo dari Universitas Gunadarma

Daan Elia Mogot dari Universitas Gunadarma.

Selanjutnya tepat Pukul 18.45 rombongan berangkat dengan pesawat KLM 810 menuju Amsterdam via Kualalumpur terlambat 15 menit dari jadwal. Pesawat Boeing 747-400 yang kami tumpangi sempat membuat kagum para pemain junior kita karena baru kali ini mereka naik pesawat yang dua tingkat.

Di bandara Kualalumpur kami mampir sebentar. Bandara ini juga membuat kagum para peain junior kita apalagi ketika mereka membandingkan dengan cengkareng terutama terminal 1. Saya hanya berpesan kepada mereka agar belajar sebaik-baiknya dengan harapan mudah-mudahan generasi kalian bias membenahi semua kesemerawutan di Negara tercinta kita Indonesia.

Sayang sekali kekaguman atas pesawat ini tidak berlangsung lama, beberapa jam setelah terbang dari KL, ketiga pemain, Sisca, Rury dan Enal yang duduk di 29 A,B dan C mulai kejatuhan kopi dan air. Usut punya usut ternyata tempat masak kopi ditingkat atas bocor. Kejadian ini sungguh unik karena baru pertama kali terjadi. Selanjutnya ada beberapa baris lagi yang menyusul tertimpa masalah serupa. Foto-foto di album saya mungkin bias lebih gamblang menceriterakan kejadian unik tersebut. Seharusnya problem dengan mudah diatasi dengan memindahkan para penumpang yang tertimpa masalah ke kursi lain. Sayang sekali pesawat penuh. Berkali-kali crew meminta maaf atas kejadian ini. Dari rombongan kami hanya Donny yang tidak tertimpa masalah ini.

Atas kejadian ini, KLM menyatakan permintaan maaf sekali lagi dan memberi voucher kepada para penumpang yang menderita kerugian ini. Anak-anak lumayan terhibur karena dalam voucher tersebut ada telepon gratis, makan gratis dan discount jika terbang dengan KLM. Walaupun ketiga pemain yang tertimpa masalah paling besar, Rury, Sisca dan Enal tetap ngomel, harusnya kita dapa tiket gratis. Walupun dengan nada bercanda tapi seharusnya mereka mendapat perhatian lebih karena hampir tidak bias tidur sepanjang perjalanan.

Voucher dimanfaatkan setelah tiba di bandara Schipol Amsterdam yang menurut Sisca “ini sih udah kayak Mall” terus disambung koq kita ndak bisa sih seperti ini?

Selain untuk telepon juga membelikan sandwich dan minuman karena ada beberapa pemain yang agak sulit menyesuaikan dengan lidah mereka makanan di pesawat.

Setelah beristirahat sekitar dua jam rombongan kami mendapat pemeriksaan yang cukup ketat walaupun tidak seketat pada beberapa tahun yang lalu terutama sejak peristiwa kerusuhan dan black September.

Yang agak mengherankan, visa Polandia kita telah dicap sebelum masuk Polandia. Sebelum berangkat kita telah diwanti-wanti oleh Travel yang membantu mengurus visa agar setiap orang membawa fotocopy undangan dan alamat tempat menginap. Ternyata yang terjadi dilapangan jauh sekali berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh travel.

Tim kami dijemput oleh Staff Kedutaan Indonesia,Wendy mengambil barang kemudian keluar tanpa mendapat pemeriksaan sedikitpun. Jangan salah duga, kejadian ini terjadi karena dijemput staff kedutaan. Memang tidak ada pemeriksaan sama sekali, untuk pertama kali saya memasuki suatu Negara tanpa perlu mengisi dokumen imigrasi dan melewati petugas imigrasi.

Selanjutnya diluar jemputan dari Organising Committee telah menunggu termasuk Ana (satu-satunya bule yang ada di foto) yang bakal menjadi “guide” tim Indonesia.

Kehangatan Keluarga Dubes.

Setelah mencari di internet saya menemukan alamat email Kedubes Indonesia di Polandia. Selanjutnya saya mengirimkan email mengenai rencana Tim Nasional Mahasiswa yang akan bertanding di Lodz, Polandia pada tanggal 3-8 September 2008 lengkap dengan jadwal pertandingan dan Negara-negara calon peserta. Email yang saya kirimkan ternyata mendapat sambutan yang hangat dari Dubes, Bapak Hazairin Pohan dan meminta saya segera menghubungi Bapak Purwonggo untuk mengatur acara.

Pengalaman ini sungguh mengejutkan karena email yang saya kirim adalah alamat email pribadi walaupun saya memperkenalkan diri sebagai Wakil Sekjen I PB Gabsi. Bahkan, saya dikirimin SMS menanyakan kesiapan keberangkatan. Setelah ketemu beliau baru hal ini menjadi jelas, menurut beliau cara kerjanya yang dianut adalah jika bias memudahkan mengapa harus dibikin susah. Kalau saya meminta anda untuk mengirimkan surat resmi dengan nomor dan cap berapa lama waktu yang dibutuhkan. Mungkin latar belakang beliau yang pernah menjadi wartawan yang selalu dikejar “deadline” membuat ia bekerja dengan prinsip diatas.

Alangkah indahnya kalau seluruh aparat di pemerintahan mau bekerja seperti diatas menghilangkan prinsip yang dianut sebelumnya “kalau bias dibikin susah kenapa harus dibikin gampang”.

Rombongan kami dijamu di Wisma Duta dan disajikan makanan Indonesia oleh Ibu Dubes yang ternyata juga bias main bridge. Pertemuan diakhiri dengan foto bersama ditaman karena kami harus segera menuju Lodz yang harus ditempuh sekitar dua jam dari Warzawa Kehangatan yang diberikan keluarga Dubes sangat berkesan buat seluuh anggota tim.

Selanjutnya kami menuju Lodz salah satu kota yang sangat maju perkembangannya walaupun baru dimulai pada abad XIX. Sebelumnya kota ini adalah “poor city” kata mereka. Kita menginap dan bertanding di Medical University of lodz.

Dari kiri ke kanan, Arie, Mario, Poerwonggo,Donny, Firdaus, Berce,EliaBambang Sarengat, Dubes, Sang Istri,Rury,Sisca, Anna dan Renal.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda